masyarakat batak toba |
Beberapa catatan sejarah yang memuat asal-usul nenek moyang orang Batak yang bermukim di Sumatera telah dilakukan beberapa penulis dalam tulisan buku antara lain: Ypes (1932 dalam Simanjuntak, 2006:11), menyebut mereka berasal dari dua (2) tempat asal, yaitu pendapat pertama dari Asia Utara menuju kepulauan Formosa di Filipina dan turun ke arah selatan di Sulawesi bagian selatan menjadi komunitas Toraja, Bugis dan Makasar. Kemudian bergerak hingga sampai di Lampung, Sumatera Selatan, lalu menyusuri pantai Barat hingga Barus dan seterusnya naik ke pegunungan Bukit Barisan di Pusuk Buhit kawasan Danau Toba.
Pendapat kedua, menyebutkan orang Batak berasal dari India yang melakukan persebaran ke Asia Tenggara di negeri Muang Thai Burma, kemudian turun ke tanah genting Kera di belahan utara Malaysia bergerak melayari semenanjung Malaka menuju pantai timur Sumatera hingga di pantai Batubara. Dengan menyusuri sungai Asahan menuju hulu di kawasan Danau Toba. Atau rute lain yang dipilih adalah dari Malaka menuju pantai Barat Aceh, dan selanjutnya menuju Singkil, Barus atau Sibolga hingga menetap di Pusuk Buhit18.
Pendapat lain oleh Paul P. Pederson, menyebutkan persebaran Batak berawal dari Indo China yang melakukan perpindahan secara besar-besaran pada jaman bangsa Melayu Tua (lihat juga Cunningham, 1958 dalam Simanjuntak 2002: 75). Perpindahan dialami orang Batak pada jaman ini, tentu menyulitkan para peneliti sejarah untuk mengungkap kebenaran asal-usul Batak secara pasti. Namun, semua orang Batak hingga kini, mutlak mengakui kebenaran akan silsilah masing-masing (Rajamarpodang, 1995: 12). (Harahap dalam Simanjuntak, 2002: 75)
Menurut mitologi yang berkembang dalam masyarakat Batak Toba, Si Raja Batak lahir dari pekawinan incest (perkawinan sedarah) kembar Si Raja Ihat Manisia dengan Si Boru Ihat Manisia keturunan Raja Odap-odap kawin dengan Si Boru Deak Parujar yang diutus oleh Mulajadi Na Bolon. Kampung kediamannya adalah Sianjur Mula-mula di kaki gunung Pusuk Buhit, di bagian barat pulau Samosir. Setelah Si Raja Batak meninggal, arwahnya menetap di atas gunung Pusuk Buhit. Si Raja Batak mempunyai dua putera, yang sulung bernama Guru Tatea Bulan ahli ilmu tenung dan adiknya Raja Isumbaon, ahli dalam hukum adat. Guru Tatea Bulan mempunyai lima putra, yaitu: (1) Raja Biak-biak atau Raja Uti, (2) Saribu Raja, (3) Limbong Mulana, (4) Sagala Raja, (5) Silau Raja atau Malau Raja dan empat orang putri, yaitu: (1) Si Boru Paromas atau Si Boru Anting-anting Sabungan, (2) Si Boru Pereme, (3) Si Boru Biding Laut, dan (4) Nan Tinjo. Raja Isumbaon mempunyai tiga putra, yaitu: (1) Sorimangaraja, (2) Raja Asiasi, dan (3) Sangkar Somalidang. Mereka inilah yang kemudian menurunkan marga-marga orang Batak.
Kedua induk marga di atas yang memiliki keturunan dan masing-masing dari generasi anak mereka membuat marga yang terdapat pada masyarakat Batak, adalah sebagai garis generasi pertama lahirnya sebuah marga atau dikenal dengan sundut pertama, seperti marga Silau Raja yang dikenal dengan marga Malau. Namun, tidak semua marga berasal dari garis generasi ini. Misalnya, anak kedua dari Guru Tatea Bulan memiliki anak bernama Saribu Raja ---satu garis dengan Silau Raja atau Malau Raja--- kawin dengan adik perempuannya Si Boru Pareme (incest) dan mempunyai anak bernama Raja Lontung. Raja Lontung sendiri memiliki tujuh (7) orang anak dari istrinya Si Boru Pareme (incest dengan ibunya) antara lain: 1) Situmorang, 2) Sinaga, 3) Pandiangan, 4) Nainggolan, 5) Simatupang, 6) Aritonang dan 7) Siregar. Generasi ketiga dari garis Saribu Raja ini, memakai nama mereka menjadi marga sebagai sundut generasi pertama hingga generasi sekarang ini.
EmoticonEmoticon